pertama, Surat Hud ayat 73, yang membicarakan kisah Nabi Ibrahim AS.
kedua, dalam surat al-Qashash ayat 12, yang membicarakan kisah Nabi Musa AS.
ketiga, dalam surat al-Ahzab ayat 33, yang membicarakkan ketentuan terhadap istri-istri Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Salam.
Sebagai kata, ahlul bayt terbentuk dari ahl (keluarga, famili, kerabat, penghuni) dan bayt (rumah). Bagi masyarakat Arab pra-Islam, kata ini digunakan untuk menunjukkan sebuah keluarga dari suatu suku. Sedangkan menurut istilah, kata ahlul bayt mengalami pengkhususan makna, yakni keluarga Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Salam dan keturunannya.
Ahlul bayt merupakan suatu topik yang banyak berkaitan dengan ajaran Islam. Secara hukum (fiqih), ahlul bayt tidak boleh menerima zakat, tapi boleh menerima harta ghanimah (harta rampasan perang). Para ulama ahlussunnah bersepakat tentang diharamkannya ahlul bayt menerima shadaqah, sebagaimana riwayat Imam Muslim dari Zaid bin Arqam, tatkala Husain bin Sibrah ra bertanya kepada Zaid tentang ahlul bayt.
Dalam masalah fiqih lainnya, penyebutan ahlul bayt menjadi keharusan dalam pembacaan shalawat atas Nabi dalam shalat pada tahiyyat akhir. Di luar shalat, membaca shalawat dengan menyertakan keluarga (al-Muhammad) adalah anjuran utama.
Sedangkan dalam politik, ahlul bayt terkadang menjadi kunci dalam penentuan kepemimpinan, terutama dalam pandangan sekte Syi'ah.
Beragam Definisi Ahlul Bayt
Di kalangan salaf, yang digolongkan sebagai ahlul bayt adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Salam, Ali ra, Fathimah ra, Hasan ra, Husain ra, dan istri-istri Nabi SAW (ummahatul mu'minin). Pendapat ini berdasarkan hadits yang disandarkan kepada ummu Salamah yang diriwayatkan Imam At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Al-Hakim, Ibnu Mardawayh, dan Al-Baihaqi.
Makna keluarga Nabi ini pun meluas, tidak saja kepada keluarga Nabi yang terdekat, namun juga kerabat keluarga di kalangan Bani Hasyim dan Bani Muthalib, seperti keluarga Ja'far, keluarga Aqil, keluarga Abbas, keluarga Bani Harits bin Abdul Muthalib, serta para istri beliau dan anak-anak mereka. Jadi yang dimaksud ahlul bayt adalah:
1. Keluarga Ali ( sahabat Ali sendiri, Fathimah, Hasan dan Husain beserta anak keturunannya).
2. Keluarga Aqil (Aqil sendiri dan anaknya, yaitu Muslim bin Aqil beserta anak cucunya).
3. Keluarga Ja'far bin Abi Thalib (Ja'far berikut anak cucunya, yaitu Abdullah, Aus dan Muhammad).
5. Kel
4. Keluarga Abbas bin Abdul Muthalib (Abbas beserta sepuluh putranya, yaitu: Abdullah, Abdurrahman, Qutsam, Al-Harits, Ma'bad, Katsir, Aus, Tamam, dan putri-putrinya).
uarga Hamzah bin Abdul Muthalib ( Hamzah dan ketiga anaknya, yaitu: Ya'la, 'Imarah dan Umamah).
6. Para istri Nabi, tanpa terkecuali.
Sedangkan ahlul bayt menurut beberapa kalangan Syi'ah, hanyalah Ali ra, Fathimah ra, Hasan ra, Husain ra, beserta dengan Nabi SAW. Pandangan ini tak lepas dari faktor politik pasca wafatnya Rasulullah SAW. Namun, Muhammad Husein Thabathaba'i, seorang ulama Syi'ah kontemporer terkemuka, berpendapat bahwa yang dimaksud ahlul bayt adalah: Seluruh keluarga Nabi berikut kerabat-kerabatnya, pandangan ini tak lepas dari urusan waris.
Muhammad Nashiruddin al-Albani berpendapat, bahwa yang dimaksud ahlul bayt adalah: para ulama, orang-orang shalih, serta orang-orang yang berpegang teguh dengan kitab dan sunnah dari kalangan mereka (ahlul bayt).
Abu Ja'far Ath-Thahawi mengartikan "al-'itrah", dalam hadits tentang tsaqalain (dua hal yang berat/kukuh), adalah keluarga Nabi yang berkomitmen dan berpegang teguh dengan perintah Nabi SAW.
Syaikh Ali Al-Qari berpendapat, ahlul bayt adalah orang yang paling mengerti "ihwal shahibul bayt" (Rasulullah SAW) dan yang paling tahu hal ihwalnya. Maka yang dimaksud dengan ahlul bayt disini, adalah ahlul 'ilmi (ulama) dikalangan ahlul bayt yang mengerti seluk-beluk hidup Rasulullah SAW dan orang-orang yang menempuh jalan hidup beliau, serta orang-orang yang mengetahui hukum dan hikmahnya.
Mengenai istri-istri Nabi, mereka termasuk golongan ahlul bayt, sebagaimana tafsir atas ayat yang berbunyi: "Dan taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan kotoran dari kalian, wahai ahlul bayt, dan membersihkan kalian sebersih-bersihnya" (Al-Ahzab: 33). Semua istri Nabi SAW mempunyai hak yang sama dengan hak-hak ahlul bayt yang lain.
Ibnu Katsir berpendapat, orang yang memahami Al-Qur'an tidak akan ragu bahwa para istri Nabi SAW termasuk ke dalam ahlul bayt. Ini juga pendapat Imam Al-Qurtubi, Ibnu Hajar, Ibnu Qayyim, dan lainnya.
Ibnu Taimiyah berpendapat, hujjah atas para istri Nabi termasuk ahlul bayt, selain ayat diatas, juga karena adanya suatu riwayat Al-Bukhari yang menjelaskan bahwa, Nabi mengajari lafadz shalawat kepadanya dengan lafadz: "Ya Allah, berilah keselamatan atas Muhammad dan istri-istrinya serta anak keturunannya" (Riwayat Imam Bukhari pada kitab Syarh Fatkhul Bari, karya Al-Asqalani).
--000--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar