Selasa, 01 April 2014

Ketentuan Batasan Hibah Menurut Islam


Landasan hukum





1. Surat Al-Baqarah:195


"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. "


Maka untuk itulah, dengan ayat tersebut Allah memerintahkan kita untuk berbuat sunnah dalam arti berbuat kebaikan yaitu berinfak, seperti: sodaqoh, wakaf, hibah, dan lain-lain



2. Surat Ali-Imran:92
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya"

 
Hibah adalah pemberian ketika yang punya harta masih hidup, sedangkan warisan diberikan ketika yang punya harta telah meninggal dunia. Walaupun saat pemberiannya berbeda namun keduanya memiliki hubungan yang sangat erat, terutama hibah itu diberikan kepada anak atau ahli waris karena akan menentukan terhadap bagian warisan apabila hibah tersebut tidak ada persetujuan ahli waris atau setidak-tidaknya ada ahli waris yang keberatan dengan adanya hibah tersebut, oleh karenanya sering terjadi sengketa antara ahli waris. Sedangakan hibah yang di berikan kepada non ahli waris, meskipun dalam kitab-kitab fiqh tak ada batasan berapapun jumlahnya namun tak menutup kemungkinan seseorang akan menghibahkan seluruh hartanya, yang nantinya akan berakibat membahayakan ahli waris.


Untuk itu, Berkaitan dengan masalah di atas pasal 210 KHI telah memberikan solusi, 



3. KHI PASAL 210 yang berbunyi:


"Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk dimiliki"


Menurut Muhammad Daud Ali dalam bukunya Sistem Ekonomi Islam, Zakat dan Wakaf, beliau mencantumkan syarat-syarat hibah, yang salah satunya adalah: pada dasrnya, hibah adalah pemberian yang tidak ada kaitannya dengan kewarisan kecuali kalau ternyata bahwa hibah itu, akan mempengaruhi kepentingan dan hak-hak ahli waris. Dalam hal demikian, perlu ada batas maksimal hibah, tidak melebihi sepertiga harta seseorang, selaras dengan batas wasiyat yang tidak melebihi sepertiga harta peninggalan.



4. Hadis Nabi:


حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ قَالَ أَخْبَرَنِي عَامِرُ بْنُ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ عَنْ أَبِيهِ قَالَ مَرِضْتُ بِمَكَّةَ مَرَضًا فَأَشْفَيْتُ مِنْهُ عَلَى الْمَوْتِ فَأَتَانِي النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِي مَالًا كَثِيرًا وَلَيْسَ يَرِثُنِي إِلَّا ابْنَتِي أَفَأَتَصَدَّقُ بِثُلُثَيْ مَالِي قَالَ لَا قَالَ قُلْتُ فَالشَّطْرُ قَالَ لَا قُلْتُ الثُّلُثُ قَالَ الثُّلُثُ كَبِيرٌ إِنَّكَ إِنْ تَرَكْتَ وَلَدَكَ أَغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَتْرُكَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ وَإِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا حَتَّى اللُّقْمَةَ تَرْفَعُهَا إِلَى فِي امْرَأَتِكَ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ آأُخَلَّفُ عَنْ هِجْرَتِي فَقَالَ لَنْ تُخَلَّفَ بَعْدِي فَتَعْمَلَ عَمَلًا تُرِيدُ بِهِ وَجْهَ اللَّهِ إِلَّا ازْدَدْتَ بِهِ رِفْعَةً وَدَرَجَةً وَلَعَلَّ أَنْ تُخَلَّفَ بَعْدِي حَتَّى يَنْتَفِعَ بِكَ أَقْوَامٌ وَيُضَرَّ بِكَ آخَرُونَ لَكِنْ الْبَائِسُ سَعْدُ بْنُ خَوْلَةَ يَرْثِي لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ مَاتَ بِمَكَّةَ قَالَ سُفْيَانُ وَسَعْدُ بْنُ خَوْلَةَ رَجُلٌ مِنْ بَنِي عَامِرِ بْنِ لُؤَيٍّ


Artinya: diriwayatkandari Sa'ad bin Abi Waqosh ra: pada tahun Haji Penghabisan (wada’)Nabi Muhammad SAW mengunjungiku seraya mendoakan kesehatanku. Aku berkata kepada nabi Muhammad SAW, "aku lemah karena sakitku yang parah padahal aku kaya dan aku tidak punya ahli wariskecuali seorang anak perempuan. Haruskah aku menyedekahkan 2/3 kekayaanku? Nabi Muhammad SAW bersabda, "tidak" kemudian Nabi Muhammad SAW bersabda bahkan 1/3 telah cukup banyak. Lebih baik kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan daripada meninggalkan merekadalam keadaan miskin, mengemis kepada orang lain. Kau akan memperoleh pahala dari sedekah yang dikeluarkan dengan niat karena Allah, bahkan untuk yang kau suapkan dalam mulut isterimu". Aku berkata,"ya rasulullah, apakah aku akan sendirian ketika para sahabatku pergi?". Nabi Muhammad SAW bersabda, "jika kamu ditinggalkan, apapun yang kau kerjakan akan mengangkat mu ke tempat yang tinggi. Dan mungkin saja kau akan berumur panjang hingga(datang suatu saat ketika) sebagian orang mengambil keuntungan darimu, dan sebagian yang lain mengambil kemudharatan darimu." Ya Allah, lengkapkan hijrah sahabatku dan jangan biarkan mereka berpaling ". Dan rasullah SAW merasa sedih dengan meninggalnya Sa'ad bin khaulah yang miskin di Makkah. (sedangkan sepeninggal nabi Muhammad SAW, Sa'ad bin Abi Waqash hidup dengan umur yang panjang).{HR.Bukhari} 

Dimana hadist tersebut seolah menggambarkan bahwa bersedekah yang lebih dari sepertiga merupakan tindakan yang berakibat merusak esensi dan kepentingan dari ahli waris


PENDAPAT PARA ULAMA' MENGENAI HIBAH YANG LEBIH DARI SEPERTIGA


1. Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa para ahli hukum Islam sepakat pendapatnya, bahwa seseorang dapat menghibahkan semua hartanya kepada orang yang bukan ahli waris. 


2. Tetapi Imam Muhammad Ibnul Hasan dan sebagian pentahkiik mahdzab Hanafi mengemukakan bahwa tidak sah menghibahkan semua harta, meskipun untuk keperluan kebaikan. Mereka menganggap orang yang bebuat demikian itu sebagai orang dungu yang wajib dibatasi tindakannya. Dalam hal ini dapat di bedakan dalam 2 hal yaitu:


1) jika hibah itu diberikan kepada orang lain (selain ahli waris) atau suatu badan hukum mayoritas pakar hukum islam sepakat tidak ada batasnya, tetapi 
2) jika hibah itu diberikan kepada anak-anak pemberi hibah, menurut Imam Malik dan Ahlul Zahir tidak memperbolehkannya, sedangkan fuqaha' amsar menyatakan makruh.


Sehubungan dengan tindakan rasulullah SAW. Terhadap kasus Nu'man Ibnu Basyir menunjukkan bahwa hibah orang tua terhadap anaknya haruslah disamakan bahkan banyak hadist lain yang redaksinya berbeda menjelaskan ketidakbolehan membedakan pemberian orang tua kepada anaknya secara berbeda, yang satu lebih banyak dari yang lain


3. Menurut pendapat Imam Ahmad Ishaq, Tsauri, dan beberapa pakar hukum islam yang lain bahwa hibah batal apabila melebihkan satu dengan yang lain, tidak diperkenankan menghibahkan hartanya kepada salah seorang anaknya, haruslah bersikap adill diantara anak-anaknya. Kalau sudah terlanjur dilakukan maka harus dicabut kembali. 


Yang masih diperselisihkan para ahli hukum islam adalah tentang bagaimana cara penyamaan sikap dan perlakuan anak-anak itu? Ada yang berpendapat bahwa pemberian itu adalah sama diantara anak laki-laki dan anak perempuan, ada pula yang berpendapat bahwa penyamaan antara anak laki-lakiitu dengan cara menetapkan bagian untuk seorang anak laiki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan, sesuai dengan pembagian waris. Menurut sebagian ahli hukum islam , sesungguhnya penyamaan itu bukan hal yang wajib dilaksanakan, tetapi sunnah saja. Mereka menyatakan bahwa hadist yang menyatakan menyamakan anak-anaknya dalam pemberian hibah adalah lemah, demikian juga hadist yang menyatakan bahwa pemberian semua harta yang berbentuk hibah kepada anak-anaknya yang nakal. Pendapat yang mewajibkan menyamakan pemberian semua harta berupa hibah kepada anak-anaknya adalah pendapat yang kuat. Oleh karena itu, jika dalam hal pemberian hibah itu tidak sesuai dengan ketentuan ini, maka hibahnya adalah batal


Prinsip pelaksanaan hibah orang tua terhadap anaknya haruslah sesuai petunjuk Rasulullah SAW. Dalam berberapa hadist dikemukakan bahwa bagian mereka supaya disamakan dan tidak dibenarkan memberi semua harta kepada salah seorang anaknya. Jika hibah yang diberikan orang tua kepada anaknya melebihi dari ketentuan bagian waris, maka hibah tersebut dapat diperhitungkan sebagai warisan. Sikap seperti ini menurut kompilasi didasarkan pada kebiasaan yang dianggap positif oleh masyarakat. Karena bukan suatu hal yang aneh apabila bagian waris yang dilakuka tidak adil akan menimbulkan penderitaan bagi pihak tertentu, lebih-lebih kalau penyelesaiannya sampai ke pengadilan agama tentu akan terjadi perpecahan keluarga. Sehubungan dengan hal ini Umar Ibnul Khttab pernah mengemukakan bahwa kembalikan putusan itu diantara sanak keluarga, sehingga mereka membuat perdamaian karena sesungguhnya putusan pengadilan itu sangat menyakitkan hati dan menimbulkan penderitaan


4. Ulama Malikyah menetapkan dalam syarat orang yang yang menghibahkan adalah Ahlan li tabarru’ yaitu orang yang berhak berderma dan bersedekah. Yang dimaksud dengan ahli tabarru’ adalah diantaranya adalah :


a) bukan seorang isteri. Jika harta yang dihibahkan melebihi dari sepertiga harta, karena ketika seorang isteri ketika menghibahkan harta melebihi sepertiga hartaharus mendapat izin dari suaminya
b) bukan orang yang sakit, yang sudah mendekati kematian. Syarat ini berlaku jika harta yang dihibahkan melebihi dari sepertga. Jika menghibahkan lebih dari sepertga maka harus mendapatkan persetujuan ahli waris